Hidup Di Batam
Tentu
bukan hal mudah buat saya memutuskan untuk ikut suami hijrah ke kota Batam, Kepulauan
Riau. Rasa cemas, khawatir dan pastinya masih rindu kampung halaman kadang
membuat saya terpikir untuk pulang kampung. Ingat, mudik dan pulang kampung
adalah dua hal yang berbeda makna. Namun, keputusan untuk hijrah adalah yang
terbaik untuk kami karena kami perlu mengeksplor lebih jauh sejauh mana kami
bisa survive di tanah rantau.
Suami saya sendiri lahir dan besar di Bontang Kalimantan Timur karena Papa dan Mama mertua merantau dan membangun karir di sana, padahal mereka berdarah asli Surabaya. Jadi semangat untuk hijrah dan mengejar karir dengan merantau memang sudah jadi wacana suami.
Beruntungnya
saya karena sesampainya di Batam saya cepat membangun support system yang
adalah Ibu – Ibu dari teman anak saya, baik itu teman sekolah atau teman main. Disitulah,
semua terasa lebih mudah.
Di
Batam sendiri memang banyak sekali perantau, setidaknya begitu yang saya temui
selama sepuluh bulan tinggal di kota Batam ini. Batam sendiri memiliki suku
asli yaitu Melayu, meskipun konon pada tahun 1817 telah ditemui juga etnis Cina
yang juga telah tinggal di Batam.
Saya
dan suami yang berdarah Jawa selama tinggal di Batam ini memilih tinggal di
Kecamatan Sekupang Kelurahan Tiban Baru. Memang agak jauh bila harus ke pusat
kota, tetapi karena Batam masih minim kemacetan jadi jarak tempuh dari tempat
tinggal kami ke kota paling hanya 15-20 menit sudah termasuk berhenti di lampu merah.
Eh, tapi kami bepergian dengan motor ya, kalo dengan mobil mungkin akan lebih
lama sekitar lima menitan, apalagi kalau plus antri bensin di pom hehe.
Nah,
bagaimana rasanya tinggal di Batam setelah sepuluh bulan tanpa mudik? Seru! Entah
kenapa kami merasa lebih tenang karena sedikitnya kami menjauh dari hingar
bingar kota dan kemacetan parah. Oya, sebelum pindah ke Batam ini kami memang
pernah tinggal di Jakarta selama setahun, jadi rasanya kontras sekali.
Kami
pun merasa amazed karena di kota ini belum pernah sekalipun melihat
orang membayar belanjaan dengan kartu kredit. Padahal selama tinggal di Jakarta
promo cash back pembayaran dengan menggunakan kartu kredit bisa ditemui
hampir di setiap gerai makan atau retail.
Namun,
sebagai anak rantau tentu kami pun rindu mudik ke Bandung dan Surabaya. Orang
tua dari suami setelah pensiun langsung mudik ke Surabaya hehe jadi saya memang
belum pernah berkunjung ke Bontang.
Selain
kangen bertemu dengan orang tua, kami juga rindu berburu kuliner di dua kota itu.
Saya rindu sekali makan surabi haneut (baca; serabi hangat) dan mie
kocok Bandung. Sementara kalau ke Surabaya saya senangnya makan es krim di Zangrandi
dan makan lontong balap atau kupang plus sate kerang. Alamak! Jadi ngiler! Hahaha
Sayangnya,
sebagai anak rantau kami harus juga berhemat dan tidak bisa sering mudik. Ditambah
lagi dimasa wabah seperti sekarang, penerbangan juga diperketat sehingga kami
tidak bisa asal mudik.
Jadi
bagaimana cara kami mengobati kangen pada orang tua, adik/ kakak, dan teman?
1. Memanfaatkan
telefon dan aplikasi penyedia layanan video call seperti Whatsapp. Meskipun
tidak sama seperti saat bisa bertemu langsung dimana kita bisa saling peluk dan
cium tapi video call pun cukup membantu untuk mengobati rindu. Kalau sebelumnya
kita bisa ber-video call dengan empat orang sekaligus, kabarnya sejak April
2020 kita sudah bisa menambah personil ber-video call hingga delapan orang lewat
aplikasi Whatsapp ini.
2.
Berkirim foto.
Berkirim
foto bisa mengobati juga kekangenan selain juga bisa meng-capture moment yang
tidak bisa disaksikan saat bervideo call. Biasanya kami diam-diam meng-capture kelakuan
anak kami yang mengundang tawa dan mengirimkannya pada orang tua. Pastinya ortu
akan sangat senang dikirimi foto cucu.
3.
Rajin menanyakan kabar orangtua lewat aplikasi chat.
Jangan sampai tidak ada kabar berhari – hari lho.
Usahakan dalam satu hari setidaknya ada dua sampai tiga kali chat dengan orang
tua.
Begitulah,
kekangenan ini harus kami tahan entah sampai, yang pasti kami selalu mendoakan
semoga orang tua, keluarga dan teman – teman yang kami tinggal merantau semuanya
dalam keadaan baik.
Aamiin
Allahuma Aamiin.
Salam.
0 comments